Senin, 05 April 2010

Spirulina Akhiri Sirosis

“Usia Anda tinggal 3 bulan.” Itulah vonis dokter yang mempercepat degup jantung Daniel. Hasil pemeriksaan dokter, Daniel positif sirosis hati. Sarjana kedokteran itu tak habis pikir dirinya mengidap sirosis. Maklum, ia tak pernah menderita hepatitis, penyakit yang lazim mengawali sirosis hati.

Diagnosis dokter benar-benar mencemaskan Daniel dan keluarganya. Apalagi dokter tak memberikan obat untuk mengatasi penyakit maut itu. Hanya vitamin dan suplemen yang diresepkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang anjlok.

Tak puas hasil pemeriksaan dokter di dalam negeri, Daniel diboyong ke salah satu rumahsakit di Jepang. Hasil diagnosis dokter mancanegara sama saja: sirosis dan mulai berkembang menjadi kanker hati. Untuk mencegah hal itu, dokter menyarankan agar hati yang sudah mengeras itu ditransplantasi alias dicangkok. Karena keterbatasan donor, hati yang rusak diganti dengan hati babon, sejenis primata.

Mendengar saran sang dokter, kontan saja Daniel sekeluarga menolak. Tak setuju dengan saran dokter di Jepang, Daniel diboyong ke Australia. Harapan sembuh kini ia sandarkan ke salah satu rumah sakit di Negeri Kanguru itu. Namun, lagi-lagi para dokter di sana menyarankan hal yang sama, yaitu pencangkokan hati. Serasa menemui jalan buntu, akhirnya Daniel kembali diboyong ke tanahair.

Maag

Penyakit ganas itu bermula dari rasa mual dan perih berhari-hari di perut Daniel. Sarjana kedokteran itu mengunjungi seorang dokter. Diagnosis sang ahli medis, Daniel mengidap maag. Mulai saat itulah—awal 1995—ia mengkonsumsi obat maag.

Meski berbulan-bulan mengkonsumsi obat maag, tak ada tanda-tanda membaik. Atas saran seorang rekan, alumnus salah satu perguruan tinggi di Semarang, Daniel meminum segelas susu kefi r per hari. Sayang, upaya itu tak membawa kesembuhan.

Setahun berselang, rasa mual yang diderita Daniel menghebat. Tak hanya itu, ia juga merasakan nyeri di ulu hati dan sering buang air besar. Nafsu makan hilang. Dalam hitungan pekan, bobot tubuh pria 57 tahun itu anjlok hingga 21 kg. Karena kekurangan nutrisi, Daniel kerap tak sadarkan diri. Ia tak bisa mengenali orang-orang di sekitarnya.

Melihat gejala itu, Daniel dibawa ke Rumah Sakit Elizabeth, di Semarang oleh istri dan Yohan, salah seorang anaknya. Hasil diagnosis dokter, pendarahan lambung. Karena penasaran, dokter pun melanjutkan pemeriksaan dengan alat pemindai ultrasonografi . Daniel terkena sirosis hati. Kadar SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) mencapai 279 U/L dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) mencapai 160 U/L. Jumlah itu sangat tinggi dibanding kadar normal SGOT: 53 U/L dan SGPT: 0—41 U/L.

Spirulina

Rupanya kisah penderitaan Daniel tersiar hingga ke salah satu kolega di Th ailand. Dari sana rekannya mengirim sebotol kapsul spirulina berisi 100 kapsul. “Saya sudah tahu khasiat spirulina, tapi belum pernah mencobanya,” ujarnya. Karena berhasrat sembuh, ia pun rutin mengkonsumsi 10 kapsul berwarna hijau tua itu per hari.

Sebulan kemudian, kondisi Daniel membaik. Rasa mual perlahan sirna dan nafsu makannya mulai bangkit. “Semula saya hanya makan pisang. Ketika itu saya mulai bisa makan nasi,” kenangnya. Vonis dokter bahwa usianya pendek rupanya tidak terbukti.

Enam tahun Daniel bergelut dengan sirosis, selama itu pula ia mengkonsumsi spirulina. Penasaran dengan usia panjang yang diperolehnya, pada 2002 ia mencoba memeriksakan diri ke Rumah Sakit Elizabeth, yang dulu pernah merawatnya. Setelah diperiksa tes darah, hasilnya mencengangkan. Pada sampel darah Daniel tak satu pun ditemukan sel kanker.

Berisiko

Sirosis adalah kondisi jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan parut, seperti keloid yang sering terbentuk pada bekas luka. Aliran darah menuju hati terhambat. Akibatnya, fungsi hati terganggu. Padahal, hati berfungsi menetralisir racun dalam darah, membentuk senyawa yang berperan dalam kekebalan tubuh, dan memusnahkan kuman dari darah.

Menurut Prof Dr H Nurul Akbar SpPDKGEH, ahli hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sirosis tak hanya membayangi penderita hepatitis kronis. Mengkonsumsi makanan berbahan pewarna dan pengawet makanan beracun turut memicu sirosis. Penyebab lainnya yakni kurang gizi dan konsumsi alkohol.

Penderita sirosis hati biasanya mengalami gangguan produksi energi. Sebab, hati tak mampu mengubah glukosa menjadi glikogen. Oleh sebab itu, diperlukan sumber energi lain yakni protein. Protein yang dapat digunakan adalah asam amino rantai cabang yang lazim terdapat pada protein nabati. Pasien penyakit hati paling baik mengkonsumsi tahu dan tempe. Sumber protein hewani seperti daging, telur, dan ikan, kurang baik lantaran mengandung asam aromatik yang menghasilkan amonia. Kadar amonia berlebihan menyebabkan koma hepatik.

Disarankan dokter

Dokter Suhenry Sastranegara, di Green Garden, Jakarta Barat, menyarankan mengkonsumsi spirulina kepada para pasien, khususnya penderita sirosis. Menurutnya, kandungan protein nabati spirulina 1,6 kali lebih tinggi ketimbang tempe. Hasil penelitian menyebutkan, 5,98% senyawa arginin dalam spirulina membantu detoksifi kasi—penetralan zat beracun—pada sirosis hati dan fatty liver.

Keampuhan spirulina memperbaiki kinerja hati telah dibuktikan K Morita dan T Matsueda, dari Fukuoka Institute of Health and Environmental Studies, Fukuoka, Jepang. Seperti dikutip Japan Journal Toxicology Environmental Health, mereka meneliti peningkatan kadar polychlorinated dibenzo-p-dioxins (PCDDs)—polutan pemicu kanker yang larut dalam lemak— pada feses tikus jantan.

Tikus percobaan itu diberi makanan yang mengandung 20% klorela, 20% spirulina, 2% klorofi lin, dan 2% klorofi lin ditambah 10% nasi beras tumbuk. Lima hari kemudian, tikus diberi asupan minyak bekatul yang terkontaminasi PCDDs dengan dosis 0,5 ml/4 g bobot tikus.

Setelah lima hari, kadar PCDDs feses tikus dianalisis dengan kromatografi gas beresolusi tinggi dan spektometer massa. Hasilnya, kadar PCDDs pada feses tikus yang diberi makanan yang mengandung 20% klorofi l, 20% spirulina, dan 2% klorofi lin, masing-masing 7,4, 7,1, dan 11 kali lebih tinggi ketimbang kontrol. Itu pertanda, kinerja hati tikus membaik sehingga mampu menetralisir PCDDs dan membuangnya lewat feces.

Bukti itu memperkuat dugaan Suhenry bahwa spirulina membantu proses detoksifi kasi. Zat beracun penyebab sirosis, perlahan terkuras. Memang cara kerjanya membutuhkan waktu 6 tahun. Meski begitu, toh usia Daniel lebih panjang dari dugaan dokter. sumber majalah trubus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar