Senin, 05 April 2010

Menambal Jantung si Upik

Tangis Syifa Zulfikria mereda setelah Syawlia Basriani, sang ibu, memberikan sebotol susu. Bocah 4 tahun itu asyik meminum susu cokelat dalam botol berukuran 120 ml. Syifa tampak sehat, aktif, dan lincah. Padahal, ia mengidap ventricular septal defect (VSD) alias bilik jantung bocor sejak berusia 9 bulan.

Tak ada yang berbeda dari Syifa. Layaknya seorang balita, Syifa senang bermain. Syawlia mengizinkan anaknya bebas beraktivitas padat karena batuk, pilek, dan demam yang diderita Syifa itu sembuh.

Sejak berusia 3 bulan, ketiga penyakit itu memang sering menyerang Syifa. Tak lama sembuh, sepekan kemudian sakit lagi. Saat malam, bocah itu kerap menangis, susah tidur, dan sesak napas. Wajahnya letih dan lesu. Ia juga gampang lelah. Demam tinggi hingga 40oC juga pernah dialami siswa Taman Bermain Sekar Melati, Bekasi, itu. Bolak-balik ke dokter tidak membuat kondisi Syifa membaik.

Jantung bocor

Kondisi anaknya yang tak kunjung membaik mendorong Syawlia membawa Syifa ke dokter spesialis anak. Hasil diagnosis di luar dugaan. Dokter di kawasan Paseban, Jakarta Pusat, itu menyarankan untuk membawa Syifa ke spesialis jantung.

Semula Syawlia tidak percaya dengan diagnosis dokter, sehingga saran itu diabaikan begitu saja. Masa anak kecil jantungan, kata Syawlia tak percaya. Namun, 3 bulan berselang, penyakit itu tak kunjung sembuh. Selama 9 bulan, bobot tubuh Syifa tidak meningkat. Suplemen dan vitamin anak yang diasup tidak mampu meningkatkan bobot tubuhnya.

Khawatir dengan kondisi putrinya, dokter spesialis anak kembali disambangi. Berbekal surat rujukan, Syifa menjalani pemeriksaan ekokardiografi di Rumahsakit Ciptomangunkusumo, Jakarta. Hasilnya, dokter spesialis jantung anak menyatakan, ada kelainan bawaan pada jantung Syifa. Kelainan itu adalah ventricular septal defect (VSD), ada kebocoran pada bilik kiri jantung selebar 3,5 mm. Namun, karena lubang tergolong kecil, penanganannya hanya kontrol tiap bulan dan pemeriksaan ekokardiografi tiap 6 bulan.

Operasi hanya bisa dilakukan bila kebocoran 10-12 mm. Lagi pula ada kemungkinan penyakit itu sembuh sendiri seiring waktu. Dokter pun tidak memberikan obat. Hanya saja dokter menyarankan, banyak istirahat, konsumsi makanan bergizi, dan hindari perjalanan jauh.

Dicampur susu

Lantaran tak mau diam, bocah periang itu dibebaskan bermain. Menjelang tidur kadang-kadang, ia mengeluh lelah minta dipijat. Saat pemeriksaan kedua pada September 2004, kebocoran membesar menjadi 5 mm. Syawlia pasrah. Saya hanya bisa menunggu penyakit membaik dengan sendirinya, ujar istri Irfansyah itu.

Di antara kegalauan itu, kerabat di Bogor menawarkan spirulina. Syawlia akhirnya memberikan ganggang hijau biru itu kepada putrinya. Ia mencampur sekaleng susu 400 gram dan satu sendok teh spirulina. Sekali minum, 60 gram susu plus spirulina itu dicampur air putih jadi 120 ml susu cokelat. Sehari Syifa bisa lima kali minum.

Empat bulan mengkonsumsi spirulina mulai terlihat perbedaan. Bobot badan mulai meningkat 0,5-1 kg per bulan. Batuk dan pilek pun menjauh. Syifa terlihat lebih segar dan sehat. Kebahagiaan Syawlia bertambah ketika hasil pemeriksaan ekokardiografi ketiga: lubang dinyatakan mengecil menjadi 4 mm.

Tidak biru

VSD merupakan penyakit jantung bawaan. Penyakit itu ditandai kebocoran pada ventrikel atau bilik. Ada lubang antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri sehingga mengganggu aliran darah. Pada kasus VSD, aliran darah mengalir langsung dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri karena ada lubang antara ventrikel. Imbasnya, tekanan darah meninggi pada saluran menuju paru-paru. Paling parah akan menyebabkan gagal jantung, kata Prof dr Harmani Kalim MPH, SpJP(K), spesialis jantung RS Harapan Kita, Slipi, Jakarta Barat.

VSD bisa dideteksi dari bunyi detak jantung yang tidak normal. Ada tambahan bunyi detak jantung. Bunyi jantung bising, kata dokter kelahiran Solo, 64 tahun silam itu. VSD tidak menimbulkan gejala biru pada bagian tubuh tertentu atau dikenal dengan istilah nonsianotik. Karena darah kotor dari bilik kanan tidak beredar ke seluruh tubuh, tetapi menuju paru-paru.

Hingga saat ini penyebab VSD belum diketahui. Menurut guru besar kardiologi Universitas Indonesia itu, kelainan bisa dipengaruhi obat, jamu, dan infeksi virus. Namun, penyebabnya tetap tidak bisa diketahui secara pasti. Yang pasti kelainan itu terjadi saat pembentukan jantung dan pembuluh darah, pada usia kehamilan 3 bulan pertama. Penyakit bisa dideteksi pada masa fetus alias janin dengan melakukan ekokardiografi. Idealnya pada usia kehamilan 16 minggu saat jantung telah terbentuk sempurna. Walau tak bisa dicegah, VSD perlu diwaspadai sejak dini agar si kecil tumbuh sehat.

Kelainan pada jantung itu berefek pada gangguan pertumbuhan dan kesehatan. Misalnya, bobot badan tidak meningkat sesuai usia, pilek, demam, batuk, dan rentan terkena infeksi paru. Anak lesu dan mudah lelah. Pemeriksaan itu antara lain EKG (elektrokardiogram), foto rontgen, dan ekokardiografi.

VSD pada anak dengan kebocoran tidak terlalu besar bisa menutup sendiri seiring bertambahnya usia. Penanganan lainnya tergantung tingkat keparahan. Salah satunya dengan intervensi nonbedah-tanpa bedah jantung terbuka-menggunakan Amplatzer Ventricular Septal Occluder untuk menutup kebocoran ventrikel.

Ketahanan tubuh

Mudah lelah, sulit menyusui karena sesak napas, batuk, berat badan tidak meningkat, dan demam merupakan gejala umum VSD. Gangguan pertumbuhan dan kesehatan itu menggerogoti ketahanan tubuh penderita VSD bahkan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Saat sakit, tubuh juga rentan terhadap serangan penyakit lain. Spirulina membantu meningkatkan stamina penderita, ujar dr Suhenry Sastranegara. Menurut dokter yang praktek di Apotik Intan Farma, Daanmogot, Jakarta Barat, itu, kandungan nutrisi lengkap dalam spirulina secara sinergis meningkatkan ketahanan tubuh penderita dari gangguan penyakit lain. Berbagai produk seperti Spirumate, Spirutrend, Spirulina Pasifica, dan spirulina budidaya peneliti LIPI, Prof I Nyoman Kabinawa, dapat dijadikan pilihan.

Spirulina mengandung asam aspartat, glisin dan vitamin B kompleks yang membantu sintesis energi. Asam aspartat, misalnya, berfungsi meningkatkan stamina dan mengatasi kelelahan.Riset Hayashi pada 1994 membuktikan, spirulina mampu meningkatkan produksi antibodi. Seperti dikutip Journal of Nutrition Science and Vitaminology, spirulina meningkatkan kekebalan tubuh dengan merangsang fungsi makrofag, fagositosis, dan produksi interleukin-1 (IL-1). Menurut Baojiang yang meneliti efek polisakarida pada spirulina bagi kekebalan tubuh, dosis spirulina 150-300 mg per kg bobot badan meningkatkan persentase fagosit dan indeks fagosititas makrofag abdominal serta persentase T limfosit.

Walaupun mengecilnya lubang kebocoran disebabkan hal yang belum diketahui secara pasti, dengan spirulina Syifa tidak lagi gampang lelah, batuk dan demam. Ia kini sehat walafiat. sumber majalah trubus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar