Minggu, 04 April 2010

Ganggang Lawan Radang Saraf Tepi

Tolong! Mendengar teriakan keras suaminya, Tresna Andini menghentikan kesibukan menyiapkan sarapan. Ibu 5 orang itu bergegas menghampiri asal suara. Ya ampun?, ia mendapati suaminya, Surya Agung, tergeletak lemas di kamar mandi sehabis berurin. Kaki dan tangan Surya Agung seperti lumpuh, sulit digerakkan. Anaknya, Dharma, membopong Surya ke tempat tidur. Itulah kejadian pada 22 Juni 2004 yang sulit dilupakan mereka.

Beberapa bulan sebelumnya, Surya sibuk mengurus adik perempuan yang terkena kanker rektum. Sebagai anak tertua dari 8 bersaudara, ia terdorong membantu kesembuhan adiknya. Hampir tiap hari selama Maret-Juni 2004, pensiunan Departemen Keuangan itu sibuk mencari obat-obatan alternatif. Tidak peduli siang atau malam hingga dini hari. Akibatnya, makan pun mulai tidak teratur. Sarapan pagi yang rutin dilakukan, ditinggalkan begitu saja. Letih dan lelah tidak dirasakannya. Saat itu pikirannya hanya tertuju pada kesembuhan adiknya.

Dua hari sebelum kejadian, 20 Juni 2004, Surya menunggu operasi adiknya. Namun, pada malam sebelum kejadian, ia merasa letih, meriang, badan ngilu, dan nyeri punggung. Gejala itu dianggapnya biasa. Beban pikiran yang menumpuk membuat rasa sakit itu diabaikannya. Tak ada keluhan apa pun keluar dari mulut pria kelahiran 27 Juli 1938 itu. Pagi hari ketika ingin berkemih, ia merasa kakinya lemas. Namun, Surya memaksakan diri dan terjadilah musibah itu.

Pagi itu, pukul 05.00, Tresna menghubungi dokter ahli saraf di rumahsakit yang berlokasi di Jakarta Pusat. Sayang, dokter praktek malam hari. Di rumah, mereka gundah gulana. Pukul 22.00, Surya menjalani sejumlah pemeriksaan. Diagnosis dokter: ia terkena radang saraf tepi. Lima hari di rumahsakit, kesehatan Surya pulih. Selama perawatan, ia diberi obat dalam bentuk injeksi dan tablet.

Jatuh lagi

Surya pulang dengan hati lega. Kesehatannya membaik sehingga bisa beraktivitas seperti semula. Namun, rupanya suratan tangan berkata lain. Dua hari berselang, ia jatuh dari pembaringan karena kakinya tiba-tiba lemas tidak bisa menopang tubuh. Itu sama seperti gejala yang dirasakannya dulu. Akhirnya Surya dibawa kembali ke rumahsakit.

Semakin hari, kondisi Surya bertambah parah. Ia hanya bisa terdiam di pembaringan. Kaki dan tangan terasa amat lemah. Terutama kaki kirinya. Napasnya terengah-engah sehingga perlu bantuan selang oksigen. Belum lagi keluhan sulit buang air besar yang berujung kesemutan.

Rasanya seperti menjalar ke seluruh tubuh, tutur Surya. Dari hasil pemeriksaan darah, ternyata virus cytomegalovirus (CMV) bersarang di tubuhnya.

Infeksi CMV biasanya tanpa gejala. Virus tinggal dalam tubuh tanpa menimbulkan kerusakan atau penyakit. Virus aktif pada orang dengan kekebalan tubuh lemah. Tulang belakang bisa matirasa terserang CMV. Bila serangan menjalar ke kaki, penderita kesulitan berjalan. Virus menyerang ketahanan tubuh Surya sehingga ia lemah, serasa lumpuh. Injeksi 100 cc diberikan untuk mengatasi virus.

Itu berlangsung selama 24 hari. Harga satu ampul cairan itu lumayan mahal, Rp750.000. Ditambah, 9 jenis tablet dan kapsul harus diasup setiap hari.

Akhirnya pengobatan alternatif ditempuh Surya. Suatu hari seorang kerabat menyarankan untuk mengkonsumsi spirulina. Untuk meyakinkan Surya dan Tresna diperkenalkan kepada Prof I Nyoman Kabinawa, peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI. Atas penjelasannya, Surya mengasup spirulina dua kali sehari, pagi dan sore. Dosisnya 4 gram spirulina dilarutkan dalam segelas air, diminum sejam sebelum atau sesudah mengkonsumsi obat dokter.

Tanggal 26 November 2004, Surya mengecek darah ke laboratorium. Hasilnya, Surya bebas CMV. Virus enyah, tetapi ia tetap lumpuh. Dokter saraf menyarankan pemeriksaan thoraks. Ternyata ada keloid yang harus dioperasi. Januari 2005, ia menjalani operasi di tengah kondisi yang tak menentu.

Membaik

Setelah operasi, terapi sensorik dan motorik mulai dijalani Surya Agung. Enam bulan kemudian, Surya sudah mulai bisa berjalan meski masih terseok-seok dan menggunakan alat bantu. Namun, tetap belum sembuh total karena jari-jari kaki dan tangan masih kaku. Mungkin setahun lagi baru bisa berjalan, kata dokter seperti ditirukan Tresna.

Keinginan Surya bisa cepat berjalan normal sangat tinggi. Makanya, selain obat-obatan dokter, ia pun tetap mengkonsumsi 4 gram spirulina, 2 kali sehari. Usahanya berbuah manis. Kondisi kesehatannya berangsur membaik, sampai-sampai perawat di rumahsakit terheran-heran melihat kondisi Surya. Kok, Pak Made segar benar mukanya? kata Tresna, menirukan perkataan sang perawat. Dokter pun akhirnya membolehkan Surya menjalani perawatan di rumah sejak 1 Juli 2005.

Semakin hari kondisi Surya membaik. Badan menjadi fit, segar, katanya mantap. Keluhan kesemutan hilang, buang air besar pun lancar. Jari tangan dan kakinya kini bisa digerakkan. Sekarang Bapak bisa bangun sendiri, kata Tresna. Melihat kemajuan yang begitu pesat, Surya optimis dalam waktu singkat dapat berjalan normal kembali.

Antiviral

Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Itu peribahasa yang tepat untuk menggambarkan efek spirulina bagi Surya. Pria berusia 68 tahun itu mengalami radang saraf tepi atau neuritis. Saraf tepi adalah saraf selain susunan saraf pusat. Sejalan dengan penyakit Surya, spirulina berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh, memperbaiki sel-sel rusak, dan mengenyahkan virus CMV. Alga itu kaya asam amino, zat besi, serat, dan B 12. Asam amino berfungsi memperbaiki sel-sel rusak dan meningkatkan kekebalan tubuh. Zat besi pun berperan membentuk sistem imun.

Spirulina mengandung vitamin B lengkap. Setiap 10 g spirulina mengandung vitanim B1 (thiamin) 0,31 mg, B2 (riboflavin) 0,35 mg, B3 (niacin) 1,46 g, B6 (pyridoxine) 80 mcg, dan B12 (cobalamine) 32 mcg. Vitamin B berperan membantu pembentukan sel darah merah, sumsum tulang, dan memperbaiki sistem saraf. Vitamin B12 dapat mengurangi risiko serangan jantung dan stroke. Ia merupakan koenzim penting dalam proses sintesis DNA terkait dengan kontrol pembentukan sel-sel baru.

Vitamin B12 mensuplai metabolisme selubung saraf tepi sehingga bagian yang mengalami kerusakan dapat diperbaiki, ungkap dr Satya Hanura, SpS, dokter spesialis saraf.

Jasad mikroskopis itu juga berperan sebagai antivirus CMV. Armida Hernandez-Corona, peneliti Departamento de Microbiologia, Escuela Nacional de Ciencias Biologicas, Meksiko, menyatakan, ekstrak spirulina bersifat antiviral. Efeknya, spirulina efektif menggerus virus human cytomegalovirus (HCMV), dengan dosis 0,142 mg/ml.

Serupa dengan hasil yang diungkapkan Hayashi dan rekan dari Fakultas Ilmu Farmasi, Toyama Medical and Pharmaceutical University, Jepang. Spirulina mampu menghambat replikasi virus human cytomegalovirus (HVMV). Efek antivirus spirulina berasal dari polisakarida sulfit bernama kalsium spirulan (Ca-SP). Ia secara selektif menghambat penetrasi virus ke sel inang.

Radang saraf tepi

Menurut Satya, gejala neuritis beragam tergantung saraf yang terkena, bisa saraf sensoris atau motoris. Jika yang terserang saraf sensorik, gejalanya berupa kesemutan, pegal, dan ngilu. Sedangkan, kalau saraf motorik yang diserang, gejala berupa kelemahan anggota gerak. Anggota tubuh masih bisa bergerak, tetapi kekuatannya sangat berkurang dibandingkan anggota tubuh yang tidak mengalami gangguan.

Penyebab neuritis berupa peradangan yang disebabkan infeksi atau inflamasi. Infeksi dapat disebabkan kuman, seperti bakteri atau virus. Penyembuhan dilakukan dengan pemberian antivirus atau antibakteri. Sedangkan inflamasi disebabkan karena peradangan steril yang disebabkan trauma atau gangguan sirkulasi darah yag dipicu faktor kekurangan zat gizi, pola hidup tidak sehat, gangguan metabolisme, atau terlalu lelah bekerja. Pada stadium awal radang saraf tepi, bagian yang rusak adalah selubung saraf yang disebut myelin. Jika selubung rusak, informasi ke otak atau ke jaringan tubuh tidak dapat diteruskan secara lengkap. Misalnya, untuk melalui rintangan, otak menerima instruksi untuk mengangkat kaki 30 cm. Pelaksanaannya, kaki hanya diangkat setinggi 20 cm sehingga kaki mengenai rintagan.

Bila dibiarkan, radang saraf tepi menjalar ke ujung saraf sehingga kerusakan yang diakibatkan lebih parah. Proses itu dikenal sebagai degenerasi walerian, ujar dokter yang bertugas di Rumahsakit Jakarta dan Rumahsakit Meilia, Cibubur itu. Akibat paling parah dapat menyebabkan kelumpuhan.

Itulah yang dikhawatirkan Surya. Makanya, hingga saat ini, konsumsi spirulina tetap dilakukan. Sementara obat dokter sedikit demi sedikit dikurangi. Dari 9 macam obat, sekarang hanya 5 obat saja yang dikonsumsi. Frekuensinya pun tidak serutin dahulu, cuma dua kali dalam sepekan. Dulu ia meminumnya setiap hari. Dua bulan terakhir, dosis spirulina ditingkatkan menjadi 8 g sekali minum. Kondisi badan pun kian terasa segar. sumber majalah trubus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar