Senin, 05 April 2010

Mag Kronis sang AmtenarBerakhir Manis

Beginilah kesibukan Syamsul Bachrie setiap hari. Pukul 06.00 ia meninggalkan rumah di Hila-hila, Kecamatan Bontotirto, Kabupaten Bulukumba, untuk mengunjungi minimal 3 Sekolah Dasar. Jarak antarsekolah puluhan kilometer. Sebagai pengawas Dinas Pendidikan, Syamsul juga merancang dan memantau berbagai kegiatan siswa SD se-Bulukumba.

Hanya itu? Menjelang sore, Syamsul Bachrie memacu kendaraannya ke Makassar dengan waktu tempuh 3,5 jam. Di kota Angin Mamiri itu ia melanjutkan pendidikan untuk meraih gelar sarjana. Kuliah di Fakultas Ilmu Pendidikan berlangsung 4 hari sepekan. Ia baru meninggalkan kampus Universitas Hasanuddin pukul 20.00 dan tiba di rumah pukul 23.30. Begitulah saban hari aktivitas Syamsul: pergi pagi dan pulang menjelang hari berganti.

Kesibukan itulah yang membuat amtenar alias pegawai negeri itu kerap lupa makan. Angin malam yang menerpa dan kondisi perut kosong membuat Syamsul sering merasa nyeri. Jika demikian, pria 48 tahun itu menelan pil antinyeri. Dua tahun lamanya ia menjalani kehidupan itu. Pada suatu pagi media Agustus 2004 ia hendak berangkat kerja. Namun, tibatiba perutnya melilit tak karuan. Terpaksa ia berbaring di kamarnya sambil berharap agar lilitan perut itu segera berakhir. Kenyataannya, jangankan mereda, sakitnya malah menjadi-jadi. Ia berguling-guling menahan nyeri. Kepala pening. Oleh istrinya, Bau Dahnia, ia disuapi beberapa sendok nasi. Namun, tak lama berselang, Syamsul muntah.

Hari itu juga ia memeriksakan diri ke dokter. Hasil diagnosis, Syamsul mengidap mag kronis dan hipertensi. Soal sakit mag, Syamsul sudah menduganya. Hipertensi? Ia tak pernah menyangka. Tekanan darahnya melonjak 180 mmHg, idealnya 140 mmHg.

Langganan rumahsakit

Sejak itu Syamsul mudah jatuh sakit. Sedikit saja terkena hujan, demam mendera. Tidur pulas pun menjadi mahal. Ia kerap terjaga menahan rasa sakit di perut. Jangankan beraktivitas seperti biasa, mengangkat tubuh dari tempat tidur pun sulit. “Bobot tubuh saya turun 20 kg dari 80 kg dalam 2 tahun,” kata pria setinggi 170 cm itu. Penyebabnya, kekurangan cairan dan zat gizi.

Ia sempat menjalani perawatan di rumahsakit selama sepekan. Berbagai jenis obat-obatan kimia dikonsumsi dan Syamsul disarankan dokter disiplin makan. Makanan serta minuman pemicu asam lambung dihindari, misalnya kopi, makanan berlemak, mengandung cuka, lada, dan bumbu menyengat.

Pulang dari rumahsakit, Syamsul kembali beraktivitas seperti semula. Namun, sebulan kemudian mag sekaligus hipertensinya kembali kambuh. Lagi-lagi ia harus masuk rumahsakit. Bahkan ejak itu setiap bulan Syamsul menjadi pelanggan tetap rumahsakit.

Syamsul heran, obat dokter yang diminumnya selama ini tak membuahkan hasil sama sekali. Tak ingin berlama-lama menderita, Syamsul mencoba berbagai alternatif pengobatan. Saran seorang teman untuk mengkonsumsi bawang putih dan rimpang kunyit muda segar dijalani. Satu siung Allium sativum dan satu jari telunjuk Curcuma domestica dimakan berbarengan dengan sepiring nasi. Hasilnya, rasa sakit untuk sementara hilang. Namun, bila mantan kepala sekolah itu tidak mengontrol pola makan, rasa sakit kembali mendera. Tak heran, dalam 2 tahun bobot tubuh Syamsul menyusut 20 kg tinggal 40 kg.

Spirulina

Jalan kesembuhan terkuak saat Yuna, adik sepupunya, memberikan informasi tentang keampuhan spirulina mengobati mag dan hipertensi. Mulailah Syamsul mengkonsumsi 2 kapsul spirulina 2 kali sehari. Sebelum mengkonsumsi ganggang biru itu, Syamsul menelan makanan meski sedikit. Anehnya, pekan pertama Syamsul malah demam tinggi, sesak napas, dan sakit pinggang. “Itu tanda adanya respon dari tubuh, spirulina mendetoksifi kasi racun yang ada,” kata Yuna kepada Syamsul.

Penjelasan sepupunya itu diterima sehingga Syamsul melanjutkan konsumsi spirulina. Betul, setelah itu berangsurangsur kondisinya membaik. Perut lebih ringan dan pencernaan lancar. Kini bobot tubuhnya meningkat 18 kg menjadi 58 kg. Tekanan darahnya pun kembali normal.

Kesembuhan Syamsul memperkuat bukti penelitian para ahli gizi di dunia tentang keampuhan spirulina mengatasi mag dan hipertensi. Salah satunya Tsuchihashi dari Chiba Hygiene College, Jepang. Ia menunjukkan konsumsi 5% spirulina selama 100 hari meningkatkan 327% populasi Lactococcus lactis, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, dan Lactobacillus bulgaricus pada usus tikus.

Jumlah itu tiga kali lipat dibanding tikus tanpa konsumsi spirulina. Kelima jenis bakteri asam laktat itu terbukti mampu memperbaiki pencernaan dan penyerapan makanan, mencegah infeksi, dan merangsang sistem kekebalan tubuh.

Yang juga melakukan penelitian adalah V Fica dari Clinica II Medicala, Spitalui Clinic, Bukares, Rumania. Fica memberi tablet spirulina kepada 21 penderita kerusakan lambung dan pankreas. Hasilnya, bobot tubuh dan jumlah protein mereka meningkat.

Zat paling berpengaruh dalam spirulina adalah klorofi l, molekul hijau yang terdapat pada tumbuhan. Klorofi l melepaskan ion ketika mendapatkan sinar matahari. Ion-ion bebas itulah yang digunakan untuk merangsang berbagai proses kimia dalam pembentukan protein, vitamin, dan gula. Seluruh zat gizi itulah yang juga memperbaiki produksi asam lambung dan luka lambung.

“Asam lemak GLA (gamma linoleic acid) juga berpengaruh,” kata Prof I Nyoman Kabinawa. Menurut peneliti LIPI itu, GLA spirulina berfungsi merangsang hormon prostaglandin. Hormon itu berfungsi mengontrol berbagai fungsi esensial tubuh. Prostaglandin PGE-1 terlibat dalam beberapa tugas pokok tubuh: pengaturan tekanan darah, sintesis kolesterol, infl amasi, dan pembelahan sel.

Kendalikan stres

Menurut dr H Arijanto Jonosewojo, ahli penyakit dalam RSUD Dr Soetomo Surabaya, saraf di otak berhubungan dengan lambung, sehingga bila mengalami stres dapat memicu ketidak seimbangan atau perubahan. Perubahan itu merangsang sel-sel lambung dan hormon kortisol, memproduksi asam lambung. Jika produksi asam lambung berlebih, lambung nyeri, perih, dan kembung. Lama-kelamaan dinding lambung terluka.

Prof dr Walujo Soerjodibroto MSc PhD SpG, pakar gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menuturkan gangguan lambung dapat berupa gastritis dan tukak lambung. Disebut gastritis bila belum terjadi luka pada dinding bagian dalam lambung. Sedangkan bila terdapat luka disebut tukak lambung atau koreng lambung.

Pola makan tidak teratur menjadi salah satu penyebab gangguan itu. Lambung secara terpola memproduksi asam lambung untuk mencerna makanan agar bisa diserap tubuh. Asam lambung diproduksi lebih banyak pada saat seseorang akan makan.

Ketika tidak ada makanan yang masuk ke lambung, asam lambung tidak terpakai. Akibatnya terjadi kelebihan asam lambung yang menyebabkan erosi pada dinding lambung.

Selain memicu hormon kortison yang merangsang asam lambung, stres juga mengaktifk an pusat-pusat motorik di otak sehingga merangsang pengeluaran zat ACTH (adrenocortical realizing factor). Respons jantung terhadap zat itu adalah peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan hipertensi, bertambahnya denyut jantung dan kebutuhan oksigen.

Spirulina sebagaimana hasil studi klinis Lopez dan Romero dari Medicina Holistica, Spanyol, aya akan GLA yang mampu menanggulangi penyakit akibat stres, penyakit jantung, depresi mania, schizofrenia, kegemukan, dan defi siensi zat besi. Wajar jika Syamsul Bachrie kini tak mau meninggalkan spirulina. Setiap kali pergi, di kantongnya selalu terdapat kapsul spirulina. Praktis walau tugasnya bertambah, kepala pusing, mag dan hipertensi tak mau mendekat. sumber majalah trubus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar